Sunday, 24 May 2015

Hikmah Di Balik Peristiwa Isra Mi'raj Rasulullah


Gambar diambil dari : sini


dakwatuna.com – “Maha suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.”(QS. Al-Isra’: 1)

“Dan Sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain. (yaitu) di Sidratul Muntaha. Di dekatnya ada surga tempat tinggal. (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratul Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. Sesungguhnya Dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar.” (QS. An-Najm: 13-18)

Pada suatu malam yang dingin tanggal 27 Rajab, tepatnya 10 tahun setelah Rasulullah SAW menerima wahyu kenabian, Allah SWT. memberangkatkan hamba-Nya yang terkasih-Nya dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha kemudian naik ke langit ke-7 menuju Sidratul Muntaha. Semuanya tentu tahu tentang peristiwa tersebut karena setiap tahunnya umat muslim di Indonesia memperingatinya. Tapi adakah di antara mereka yang mengetahui peristiwa tersebut kemudian memahami ‘kenapa Allah memberangkatkan seorang hamba-Nya yang bernama Muhammad SAW itu?’

Dan dalam tulisan berikut ini kita akan membahasnya secara singkat tentang hikmah di balik Peristiwa Isra’ dan Mi’raj Rasulullah saw. Kenapa kita harus membahasnya? Ada dua tujuan; Pertama, kita semua sepakat dan meyakini bahwa setiap kejadian dan peristiwa pasti ada hikmah yang terkandung tentunya bagi orang-orang yang berakal, kedua, dalam pembahasan ini diharapkan setelah membaca tulisan ini dapat meningkatkan keimanan kita kepada Allah SWT yang begitu besar kekuasaan-Na. Berikut hikmah yang dapat saya rangkum dari buku Sirah Nabawiyah.

1. Isra’ Mi’raj adalah perjalanan yang nyata, bukan perjalanan ruhani/mimpi atau khayalan.

Sungguh tak bisa dibayangkan apabila perjalanan Isra’ Mi’raj yang Rasulullah jalankan merupakan hanya perjalanan ruhani alias hanya mimpi, karena jika hal itu yang terjadi maka perjalanan Isra’ Mi’raj tidak ada bedanya dengan wahyu-wahyu yang Rasulullah terima baik melalui bisikan Jibril maupun dari mimpi. Sehingga peristiwa Isra’ Mi’raj tidak bisa dijadikan pembuktian keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya. Sepulangnya Rasulullah dari perjalanan Isra’ dan Mi’raj-nya, beliau mengumumkan tentang apa yang telah dialaminya semalam kepada kaumnya. Dan sebagaimana yang diceritakan oleh Rasulullah bahwa perjalanan Isra’ Mi’raj tersebut sebuah perjalanan yang dilakukannya dengan jiwa dan ruhnya, maka seketika itu banyak dari kaum Quraisy yang menentang dan mencemoohnya dengan sebutan ‘gila’. Kaumnya beranggapan mana mungkin perjalanan dari Masjidil Haram yang di Mekah ke Masjidil Aqsha yang ada di negeri Syam (Palestina) hanya dengan waktu semalaman, padahal mereka jika hendak ke negeri Syam untuk berdagang membutuhkan waktu hingga 1 bulan lamanya. Tak pelak peristiwa Isra’ Mi’raj yang menurut mereka tidak masuk akal membuat beberapa orang yang baru masuk Islam tergoyahkan keimanannya dan kembali menjadi murtad.

2. Isra’ Mi’raj adalah jamuan kemuliaan dari Allah, penghibur hati, dan pengganti dari apa yang dialami Rasulullah SAW ketika berada di Thaif yang mendapatkan penghinaan, penolakan dan pengusiran.

Sebelum peristiwa Isra’ Mi’raj terjadi, Rasulullah SAW terus mengalami ujian yang sangat berat. Mulai dari embargo ekonomi hingga dikucilkan dari kehidupan sosial yang dilakukan oleh Kaum Quraisy terhadap Bani Hasyim dan Bani Muthalib, kemudian cobaan yang sangat berat diterima oleh Rasulullah SAW adalah meninggalnya orang-orang yang terkasihinya dalam waktu yang berdekatan yaitu meninggalnya pamannya Abu Thalib bin Abdul Muthalib serta istrinya tercinta Khadijah yang selalu menemaninya dan mendukungnya dengan jiwa, raga dan hartanya dalam perjalanan dakwah Rasulullah. Lalu hingga pengusiran, penolakan dan penghinaan kepada apa yang Rasulullah dakwahkan kepada penduduk kota Thaif.

3. Isra’ bukanlah peristiwa yang sederhana. Tetapi peristiwa yang menampakkan ayat-ayat (tanda-tanda kekuasaan) Allah yang paling besar.

Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam surat Al-Isra’: 1 dan An-Najm: 13-18 bahwa peristiwa Isra’ dan Mi’raj merupakan pembuktian dan menampakkan tentang tanda-tanda kekuasaan Allah yang paling besar. Peristiwa Isra’ Mi’raj mengajarkan kepada kita bahwa tidak ada yang tidak bisa Allah lakukan, dan hal tersebut terkadang masih saja di antara kita yang meragukan tentang kekuasaan Allah yang sangatlah besar, sehingga membuat kita menjadi ingkar kepada Allah dan Rasul-Nya.

4. Peristiwa Isra’ Mi’raj membuktikan bahwa risalah yang dibawa oleh Rasulullah adalah bersifat universal.

Perjalanan Isra’ dari Masjidil Haram yang ada di Mekah ke Masjidil Aqsha yang ada di Syam melintasi ribuan kilometer yang jauh dari Mekah tempat Rasulullah dilahirkan, hal ini Allah ingin membuktikan bahwa ajaran yang Rasulullah bawa bukan hanya untuk penduduk Mekah saja tetapi untuk seluruh wilayah yang ada di bumi ini. Setibanya Rasulullah SAW di Masjidil Aqsha, beliau memimpin shalat para Nabi dan Rasul-Rasul Allah. Hal tersebut menandakan bahwa baginda Rasulullah SAW merupakan pemimpin dan penghulu para Nabi dan Rasul yang telah Allah turunkan sebelumnya. Dan agama Islam beserta syariatnya yang Rasulullah bawa menjadi ajaran dan syariat yang berlaku untuk seluruh kaum dan umat manusia di seluruh dunia.

5. Dalam Isra’ Mi’raj diturunkannya perintah shalat wajib 5 kali dalam sehari.

Ketika Rasulullah sampai di Sidratul Muntaha dan menghadap kepada Allah, lalu Allah menurunkan syariat shalat 5 waktu kepada Rasulullah SAW dan kepada para umatnya. Dan perintah shalat yang Rasulullah terima menjadi perintah yang Rasulullah pegang erat dan Rasulullah teguhkan kepada umatnya agar jangan sampai umatnya melalaikannya, karena ibadah shalat menjadi kunci utama diterimanya amalan-amalan umatnya yang lainnya hingga sampai Rasulullah mewasiatkannya pada detik-detik meninggalnya Rasulullah saw.

Demikianlah peristiwa Isra’ Mi’raj ini Allah SWT memperjalankannya kepada baginda Rasulullah SAW, hal tersebut sesungguhnya untuk dapat diketahui oleh orang-orang yang beriman dan berakal. Semoga ini menjadi hikmah yang besar buat kita semua.



Sumber: http://www.dakwatuna.com/2012/06/18/21114/hikmah-dibalik-peristiwa-isra-miraj-rasulullah-saw/#ixzz3ajx23vEr

Tuesday, 5 May 2015

Amalan Istimewa



Masih ingat kisah seorang sahabat yang dikabarkan Rasulullah masuk surga karena setiap malam sebelum tidur dia selalu memaafkan kesalahan orang-orang yang berbuat salah kepadanya?

Masih ingat kisahnya Bilal bin Rabbah , dalam sebuah hadist yang diriwayatkan Imam Bukhari,

“Rasulullah berkata kepada Bilal, “Ceritakanlah kepadaku amal apa yang amat engkau harapkan dalam Islam, sebab aku mendengar suara kedua sandalmu di surga?” Bilal menjawab; “Tidak ada amal ibadah yang paling kuharapkan selain setiap aku berwudhu baik siang atau malam aku selalu shalat setelahnya sebanyak yang aku suka”

Masih ingat kisah seorang Wanita yang sudah bertahun-tahun dikubur namun jasad dan wajahnya tampak seperti baru dikuburkan. Bahkan dengan senyuman yang sangat berseri di wajahnya. Ketika ditanyakan kepada ibunya, apa yang telah dilakukannya selama hidup di dunia, sehingga mendapatkan kemulian tersebut.
 Amal istimewa yang selalu dilakukan selama hidupnya adalah tilawah Qur’an setiap habis sholat meskipun hanya sebentar.

Ada juga cerita seorang akhwat, yang terkena bencana Tsunami di Aceh saat sedang mengisi dauroh di sebuah kampus ternama di Aceh. Jasadnya tidak rusak, bahkan pakaiannya masih utuh tanpa ada yang robek. Padahal kebanyakan orang yang meninggal di lokasi yang sama dengannya mengalami luka-luka yang mengerikan. Ibu ini adalah seseorang yang senantiasa menjaga auratnya semenjak berusia baligh sampai dia meninggal dunia.

Masih dari Aceh,saat proses pencarian korban tsunami. Relawan- relawan yang setiap hari tugasnya berhadapan dengan mayat-mayat yang setengah membusuk, hancur dan bau dikarenakan lama terendam di air dan tertimpa reruntuhan bangunan, suatu hari mencium bau yang sangat wangi. Mereka penasaran darimana sumber bau wangi itu diantara bau busuk dari mayat-mayat yang lain.Bau wangi ini terasa sangat istimewa, seakan-akan jadi penghibur bagi mereka yang bertemankan dengan bau-bau yang menusuk hidung. Setelah lama berusaha mencarinya,mereka akhirnya menemukan sumber bau yang istimewa itu,ternyata dari salah seorang korban tsunami.

Tapi mayat ini amat istimewa, selain mengeluarkan bau yang wangi, jasadnya tidak rusak sedikitpun.Bahkan wajahnya dihiasi dengan senyuman kebahagiaan. Karena istimewanya mayat ini,para relawan memutuskan untuk tidak menguburkan jenazahnya di kuburan massal seperti mayat-mayat yang lain. Mereka berusaha mencari identitas korban dengan mengumumkan penemuan jenazah tersebut kepada masyarakat.Ternyata ada anggota keluarga yang mengenali jenazah tersebut dan membawa pulang jenazahnya untuk dikuburkan secara layak. Namun, sebelum anggota keluarga membawa pulang jenazah tersebut, relawan- relawan yang penasaran bertanya, apa yang telah dilakukan oleh jenazah tersebut selama hidup didunia”?. Anggota keluarganya menjelaskan, bahwa jenazah tersebut adalah seorang hafidzah yang istiqomah menjaga hafalannya. Memuraja’ah hafalannya setiap hari.

Belajar dari beberapa cerita diatas,hendaknya kita juga memiliki amalan istimewa yang konsisten kita lakukan setiap harinya. Kemuliaan mereka terlihat dari konsistennya mereka menjaga amalnya. Meskipun terkesan sederhana,tapi tidak banyak orang yang konsisten dan mampu melaksanakannya. Merekalah orang-orang pilihan yang memiliki keunikan dan keunggulan dibandingkan yang lain.

Sesungguhnya surga itu memiliki banyak pintu,dan setiap orang akan memasuki pintu-pintu tersebut sesuai amal terbaiknya atau amal unggulannya selama hidup. Meskipun kita juga memiliki kesempatan memasuki surga melalui semua pintu seperti Abu Bakar As Shiddiq, tapi yang paling penting adalah kita harus mempersiapkan amal terbaik kita dihadapan Allah SWT, untuk selanjutnya kita serahkan kepada Allah untuk menilainya sembari kita memohon kepada Allah agar memasukkan kita kebarisan orang-orang yang mendapatkan kemuliaan JannahNya.

Dalam 24 jam waktu kita, begitu banyak ibadah yang bisa menjadi amalan unggulan kita. Misalnya :

Sholat berjamaah tepat pada waktunya,
bersedekah setiap harinya,
berwudhu sebelum tidur/ selalu menjaga wudhu dalam keadaan dan kondisi bagaimanapun ,
puasa senin-kamis,
selalu mengucapkan salam saat bertemu dengan saudara seiman, selalu tersenyum dan berwajah ceria saat bertemu orang lain,
Tilawah Qur’an setiap habis sholat, menghafal Qur’an walau cuman seayat habis sholat
memakai pakaian terbaik saat sholat,
selalu mengucapkan hamdallah ketika mendapatkan nikmat Allah SWT dan sebagainya.

Allah mencintai amal yang kita lakukan secara konsisten (terus menerus) meskipun sedikit. Maka milikilah amalan istimewa yang hanya dirimu dan Allah saja mengetahuinya. Kerjakanlah secara konsisten walaupun amalan tersebut sederhana, tapi yakinlahi tidak semua orang mampu istiqomah mengerjakannya.

Selamat memiliki amalan istimewa!
Masih ingatkah kita ketika sa'ad bin abi waqqos meminta kepada rosulullah agar doanya selalu dikabulkan.... maka rosulullah menyuruh agar membersihkan segala yang dimakan

Ustadz Fatih Karim

Wednesday, 15 April 2015

Lelah Yang Disukai Allah



Ada 8 kelelahan yang disukai Alloh Ta'ala dan RosulNya :

1. Lelah dalam berjihad di jalan-Nya (QS. 9:111)

2. Lelah dalam berda'wah/mengajak kepada kebaikan (QS.41:33)

3. Lelah dalam beribadah dan beramal sholeh (QS.29:69)

4. Lelah mengandung, melahirkan, menyusui. merawat dan mendidik putra/putri amanah Illahi (QS. 31:14)

5. Lelah dalam mencari nafkah halal (QS. 62:10)

6. Lelah mengurus keluarga (QS. 66:6)

7. Lelah dalam belajar/menuntut ilmu (QS. 3:79)

8. Lelah dalam kesusahan, kekurangan dan sakit (QS.2:155)
Semoga kelelahan dan kepayahan yang dirasakan menjadi bagian yang disukai oleh Allah dan RasulNya. Aamiin yaa Rabbal-'aalamiin

Friday, 27 March 2015

Ukhuwah Penanda Iman



Umar Bin Khattab pernah berkata : Aku tidak mau hidup lama di dunia yang fana ini, kecuali karena tiga hal : Keindahan berdakwah dan berjihad di jalan-Nya. Repotnya bangun dan berdiri untuk Qiyamul Lail. Dan indahnya bertemu dengan sahabat-sahabat  .

Mungkin kisah berikut ini mampu mengawal perasaan kita. Betapa ukhuwah itu merupakan penanda iman kita.

Semenjak Rasulullah wafat, Bilal menyatakan bahwa dirinya tidak akan mengumandangkan adzan lagi.

Ketika Khalifah Abu Bakar memintanya untuk menjadi muadzin kembali, dengan hati pilu nan sendu bilal berkata : Biarkan aku hanya menjadi muadzin Rasulullah saja. Rasulullah telah tiada, maka aku bukan muadzin siapa-siapa lagi.

Abu Bakar pun tak bisa lagi mendesak Bilal untuk kembali mengumandangkan adzan.

Kesedihan sebab ditinggal wafat Rasulullah terus mengendap di hati Bilal. Dan kesedihan itu yang mendorongnya meninggalkan Madinah, dia ikut pasukan Fath Islamy menuju Syam, dan kemudian tinggal di Homs, Syria.

Lama Bilal tak mengunjungi Madinah, sampai pada suatu malam, Rasulullah hadir dalam mimpi Bilal, dan menegurnya : Ya Bilal, Wa maa hadzal jafa? Hai Bilal, mengapa engkau tak mengunjungiku? Mengapa sampai seperti ini?

Bilal pun bangun terperanjat, segera dia mempersiapkan perjalanan ke Madinah, untuk ziarah ke makam Rasulullah. Sekian tahun sudah dia meninggalkan Rasulullah.

Setiba di Madinah, Bilal bersedu sedan melepas rasa rindunya pada Rasulullah, pada sang kekasih.

Saat itu, dua pemuda yang telah beranjak dewasa, mendekatinya. Keduanya adalah cucu Rasulullah Hasan dan Husein. Dengan mata sembab oleh tangis, Bilal yang kian beranjak tua memeluk kedua cucu Rasulullah tersebut.

Salah satu dari keduanya berkata kepada Bilal : Paman, maukah engkau sekali saja mengumandangkan adzan untuk kami? Kami ingin mengenang kakek kami.

Ketika itu, Umar bin Khattab yang telah jadi Khalifah juga sedang melihat pemandangan mengharukan itu, dan beliau juga memohon kepada Bilal untuk mengumandangkan adzan, meski sekali saja.

Bilal pun memenuhi permintaan itu.

Saat waktu shalat tiba, dia naik pada tempat dahulu biasa dia adzan pada masa Rasulullah masih hidup.

Mulailah dia mengumandangkan adzan.

Saat lafadz Allahu Akbar dikumandangkan olehnya, mendadak seluruh Madinah senyap, segala aktifitas terhenti, semua terkejut, suara yang telah bertahun-tahun hilang, suara yang mengingatkan pada sosok Nan Agung, suara yang begitu dirindukan itu telah kembali.

Ketika Bilal meneriakkan kata Asyhadu an laa ilaha illallah, seluruh isi kota madinah berlarian ke arah suara itu sambil berteriak, bahkan para gadis dalam pingitan mereka pun keluar.

Dan saat bilal mengumandangkan Asyhadu anna Muhammadan Rasulullah, Madinah pecah oleh tangisan dan ratapan yang sangat memilukan.

Semua menangis, teringat masa-masa indah bersama Rasulullah, Umar bin Khattab yang paling keras tangisnya. Bahkan Bilal sendiri pun tak sanggup meneruskan adzannya, lidahnya tercekat oleh air mata yang berderai. Hari itu madinah mengenang masa saat masih ada Rasulullah diantara mereka.

Hari itu adalah adzan pertama dan terakhir bagi Bilal setelah Rasulullah wafat. Adzan yang tak bisa dirampungkan.

Bayangkan kita seolah sedang hidup bersama di tengah-tengah mereka.

Hamba-hamba Allah yang selalu terhubung dengan langit dan merasakan indahnya ukhuwah dalam kebenaran dan kemuliaan.

Maka jika masih ada batas dalam perjalanan ukhuwah kita, bisa dipastikan kita telah gagal menggenggam makna ukhuwah yang sebenarnya.

Ada sebuah nasihat dari Ibnul Qoyyim Al Jauziyah : Ukhuwah itu hanya sekedar buah dari keimanan kita kepada Allah.

Jadi jika ukhuwahnya bermasalah mari kita evaluasi keimanan kita kepada-Nya.

Efek dari hubungan baik kita dengan yang ada di langit secara langsung berefek pada baiknya keterhubungan kita dengan bumi.

Dalam sebuah kutipan ada yang mengingatkan kepada kita : Sebesar  cintamu pada Allah, sebesar itu pula cinta orang lain kepadamu. Sebesar ketakutanmu akan murka Allah, sebesar itu pula keseganan orang lain terhadapmu. Sebesar kesibukanmu pada Allah, sebesar itu pula
orang lain sibuk untukmu. (Kutipan Al-Mughirah)

Begitu juga dalam Ayat Al-Qur'an : Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat. (QS. Al-Hujurat : 10)

Hati yang beriman adalah hati yang indah, disebabkan dalam hati mereka selalu tersambung dengan Allah dan selalu meneladani Rasulullah. Hati yang indah adalah hati yang selalu mengulurkan rasa cinta kepada sesama.

Hati mereka selalu tunduk pada Allah dan Rasulullah, sehingga mudah tunduk pada ukhuwah,  dengan berbagai perbedaan yang ada.

Maka tak perlu menjaga ukhuwah, karena ukhuwah hanya akibat dari iman.

Semoga ukhuwah kita yang terjalin diakibatkan oleh iman yang ada di dalam hati-hati kita, Aamiin.

Monday, 16 March 2015

Dunia Bagaikan Bunga



Dunia bagi setiap orang adalah seperti halnya bunga. Ia cantik, indah dan menarik. Akan tetapi orang yang memiliki ilmu dan keimanan di hatinya, ia akan sabar untuk tidak memetiknya. Karena ia tahu, dengan kebersabaran itu ia akan mendapatkan sesuatu yang lebih baik dari itu, yakni tatkala bunga tersebut telah tumbuh menjadi buah. Yang kebermanfaatannya lebih besar dan lebih nyata serta lebih lama.

Sementara orang-orang yang tidak memiliki ilmu dan iman di hatinya, akan melihat dunia seperti halnya bunga yang indah. Namun ia bersegera memetiknya, yang tanpa sadar ia tertipu dengannya. Karena tak lama setelah ia memetiknya, sang bunga lalu layu, mati dan tidak memberikan kebermanfaatan apa-apa.‪

(Pembahasan Tafsir Al-Isbah karya Syaikh ‘Abdullah Bin Sholih Al-‘Ubaylan Hafidzhohullohu ta’ala)

Selalu ada kekusutan yang tak bisa diluruskan disaat kita jauh dari Allah



Pernahkah kamu berfikir untuk menyendiri disaat pikiranmu sedang kacau?
Ingin menjauh dari keramaian dan hanya berkutat dengan pikiranmu yang sudah mengawang jauh dalam kesendirian?

Taukah kamu bahwa kita semua memiliki jiwa baik, itulah sebabnya mengapa kita menyesal atas kesalahan yang sudah jelas dilakukan disaat 'sadar'.
Tapi tak bisa dipungkiri, manusia juga makhluk yang sangat lemah. Lemah untuk melakukan kesalahan yang sama dikemudian hari setelah menyesali kesalahan itu di hari ini. 

Sahabat Fillah, betapa pun besarnya dosa-dosa kita, betapa pun banyak kemaksiatan yang telah kita lakukan, Allah SWT tetap sayang kepada kita.
Allah tetap merindukan kita dan memanggil kita dengan mesra untuk kembali kepada-Nya.

"Katakanlah wahai hamba-hamba-Ku yang telah melampaui batas atas diri mereka, janganlah kamu berputus harapan dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampunkan segala dosa-dosa. Sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Mengasihani."
(QS. Az-Zumar [39]: 53)

Wednesday, 11 March 2015

Berkaca Pada Diri Sendiri, Sepakati Kita Masih Bodoh



Benarlah.. Kita hanya mengaku ngaku cerdas.
Sekolah tinggi tinggi, tapi jauh dari kategori orang yang punya tingkat kecerdasan itu.

So.. Kategori orang cerdas itu seperti apa sih?

Ibnu Umar radhiyallaahu ‘anhuma berkata, “Suatu hari aku duduk bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, tiba-tiba datang seorang lelaki dari kalangan Anshar, kemudian ia mengucapkan salam kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan bertanya, ‘Wahai Rasulullah, siapakah orang mukmin yang paling utama?’

Rasulullah menjawab, ‘Yang paling baik akhlaqnya’. Kemudian ia bertanya lagi, ‘Siapakah orang mukmin yang paling cerdas?’. Beliau menjawab, ‘Yang paling banyak mengingat mati, kemudian yang paling baik dalam mempersiapkan kematian tersebut, itulah orang yang paling cerdas.’ (HR. Ibnu Majah, Thabrani, dan Al Haitsamiy. Syaikh Al Albaniy dalam Shahih Ibnu Majah 2/419 berkata : hadits hasan).

Why? Karena,  jika akhir kesempatan bagi manusia untuk beramal adalah kematian, mengapa orang-orang yang cerdas tidak mempersiapkannya?

via @diariesimage